Home » » "Referendum Harus Oleh Badan Internasional"

"Referendum Harus Oleh Badan Internasional"

Posted by BEREDAR KABAR on Kamis, 12 Maret 2015

Wawancara Uskup Ximenes Belo:
Uskup Ximenes Belo Rakyat Timor-Timur menuntut dilaksanakannya referendum untuk menentukan nasib dan masa depan Timor-Timur. Padahal, pemerintah pusat di bawah Presiden Habibie mengusulkan pemberian otonomi khusus kepada propinsi termuda ke-27 itu. Usulan itu tidak ditanggapi rakyat Timor-Timur dengan suka cita, tetapi malah ditolak dengan demonstrasi besar di Dili tanggal 29 Juni 1998 lalu. Aksi diikuti oleh 700 kendaraan pro-referendum. Aksi ini kemudian disusul dengan aksi pro integrasi, kata Uskup Belo. Bagaimana sebenarnya keinginan sebagian besar rakyat Timor-Timor? Uskup Carlos Filippe Ximenes Belo, 41 tahun, menjawab bahwa rakyat Timor-Timor menginginkan referendum. Dalam diskusi yang diselenggarakan Tim 5 PB Nahdlatul Ulama, di Century Park Jakarta, Kamis 16 Juli 1998, penerima Nobel Perdamaian 1997 itu menyebutkan bahwa perkenalan pertama rakyat Timor-Timur terhadap Indonesia itu jelek. Terutama perlakuan ABRI terhadap rakyat Timor-Timur yang keras. Karena itulah rakyat Timor-Timor cenderung memilih referendum. Tetapi sebelumnya harus ada kesepakatan antara pemerintah Portugal, Indonesia dan PBB. Berikut petikan wawancara dengan Uskup Belo kepada wartawan, termasuk Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif, di Jakarta.
Apakah keinginan referendum itu merupakan pendapat mayoritas masyarakat Timor-Timur?

Sebagian besar rakyat Timor-Timur menginginkan referendum.
Referendum seperti apa yang Anda maksud itu?

Referendum itu merupakan salah satu cara pemilihan, bisa untuk mendukung integrasi, status khusus, atau independen. Jadi referendum itu salah satu cara demokratis yang bisa dilakukan. Akan tetapi referendum hanya bisa dilakukan dengan persetujuan antara pemerintah Portugis, pemerintah Indonesia dan PBB.
Pilihan Anda cenderung kepada integrasi, sebagai propinsi dengan status khusus atau merdeka sendiri?

Sikap saya tergantung pada keputusan rakyat Timor-Timur. Mau memilih A atau B, biarkan rakyat sendiri yang menentukan.

Siapa yang seharusnya menjadi pelaksana referendum itu?

Sudah seharusnya adalah badan internasional yang independen, berbobot, dan harus disiapkan. Oleh karena itu sebelumnya harus ada kesepakatan antara Indonesia, Portugal dan PBB untuk mempertegas perlunya referendum.

Bagaimana dengan pernyataan Gubernur Timor-Timur yang menyebutkan referendum hanya akan memecah belah rakyat Timor-Timur?

Di banyak negara, bila ada masalah sudah biasa jalan keluarnya dilakukan dengan referendum.

Apakah masyarakat Timor-Timur sendiri sudah mampu untuk menentukan pilihan sendiri tanpa campur tangan pihak lain?

Soal mampu atau tidak mampu harus ditanyakan kepada rakyat. Waktu Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 juga tidak bertanya kepada rakyat Indonesia terlebih dahulu.

Bukankah integrasi Timor-Timur ke Indonesia pada awalnya juga dilakukan oleh orang Timor-Timur sendiri?

Berapa orang, siapa-siapa yang menginginkan integrasi itu? Jika memang ada orang Timor-Timur yang melakukan integrasi, maka sudah seharusnya ada arsipnya, siapa mereka itu? Kapan itu dilakukan? Kapan waktu pelaksanaan integrasi?

Bagaimana Anda melihat adanya eksodus orang-orang pendatang dari Timor-Timur?

Saya sudah mengusulkan kepada pemerintah agar dibentuk tim yang independen yang terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengecek siapa yang melakukan teror kepada penduduk pendatang itu. Saya sendiri mendengar banyak versi. Pertama, menyebutkan bahwa ABRI sendiri yang melakukan teror. Versi kedua, menyebut pelakunya adalah pemuda Timor-Timor yang bertopeng. Ketiga, menyebutkan mereka pulang ke daerah asal karena ekonomi mulai turun dan tidak adanya pasokan barang-barang dagangan. Versi terakhir, dari Komandan Korem di sana, yang menyebutkan bahwa karena hari libur maka 50 ribu orang pulang ke daerah asal untuk liburan.

Bagaimana sikap Anda kepada para pendatang yang pulang ke daerah asal ketika situasi tidak aman di Timor-Timur?

Saya meminta kepada mereka untuk tetap tinggal di Timor-Timur, menjalankan perekonomian dan menanamkan modal. Yang membuat saya nertanya, mereka (pada pendatang) itu sering menyebut Timor-Timur sebagai proponsi ke-27 dan sekarang mereka pergi dari Timor-Timur. Saya anggap mereka tidak nasionalis atau memang belum menganggap Timor-Timur sebagai propinsi ke-27. Karena itu, saya kira mereka tidak nasionalis, di saat-saat sulit mereka meninggalkan propinsi mereka.

Apakah ini menunjukkan situasi di Timor-Timur sudah tidak menentu, tidak aman untuk berusaha?

Memang betul. Suasana di Timor-Timor mencekam. Selama saya tinggal di Dili, sejak tahun 1983, baru kali ini kota Dili sepi sekali di malam hari. Jalan-jalan sepi dan hanya unit-unit polisi Brimob dan tentara gabungan yang berpatroli di dalam kota dan di desa-desa.

Apakah Anda melihat adanya pendekatan keamanan yang berlebihan menanggapi aksi-aksi yang belakangan marak Timor-Timur?

Sejak dari dulu saya tidak setuju dengan pendekatan keamanan. Karena pendekatan keamanan diterapkan maka persoalan Timor-Timur menjadi tidak selesai-selesai sampai sekarang. Jadi pendekatan keamanan itu harus diganti dengan pendekatan sosial, pendekatan kebudayaan, pendekatan keagamaan, pendekatan antropologi yang dapat merebut hati rakyat, yang sampai sekarang belum terebut.

Anda ditawari untuk duduk di dalam presidium reformasi nasional, padahal status Timor sendiri masih bermasalah. Apakah Anda akan menerima tawaran itu?

Saya lebih dahulu akan meminta ijin kepada atasan saya di Vatikan. Karena saya berhubungan langsung dengan Vatikan, maka saya harus mendapatkan ijin dari sana. Untuk mereformasi bidang moral, budaya, adat istiadat, saya bersedia tetapi saya harus meminta ijin terlebih dahulu.

Bagaimana sikap Vatikan atas situasi terakhir di Timor-Timor?

Saya tidak tahu sikap Vatikan. Sikap Vatikan sendiri sudah jelas, seperti sikap PBB. Dalam forum PBB, masalah Timor-Timor selalu dibicarakan di sana. Jika PBB sudah memiliki keputusan, maka Vatikan akan mengikuti kebijakan internasional.

Sumber: Majalah Tempo, Edisi 20/03 - 18/Juli/1998

Thanks for reading & sharing BEREDAR KABAR

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda?