Pernah ada sticker di kendaraan yang lalu lalang di Jakarta. Di kertas tempel itu ada gambar Soeharto, dengan tulisan logat Jawa: piye kabare, enak jamanku to.
Tidak tahu untuk apa sticker itu dibuat. Pencetusnya pun entah siapa. Yang
jelas, sticker itu tentu masih “hidup”. Setidaknya setiap kali kita berjumpa “kotoran”
di kira kanan, yang mungkin saja lebih “najis”, dibanding Orde Baru.
Andai Soeharto masih hidup, mungkin saja ia akan tersenyum sinis. Sembari
bicara dalam hati: betapa konyolnya kalian melaksanakan pemilihan umum. Hampir
setiap sudut jalan dijejal baliho, yang tidak bisa dikalkulasi berapa banyak
pemilih yang dia rekrut.
Tentu anda berhak mengatakan, zaman sudah berubah dan peradaban bergerak
dengan gayanya sendiri. Tetapi pernahkah anda mendengar pada pemilu tempo dulu
ada rumah sakit sediakan ruang perawatan khusus untuk caleg gagal yang stress,
misalnya?
Tiga puluh dua tahun lamanya Soeharto berkuasa. Terlepas dari anda suka
atau benci padanya, tetapi pernahkah anda melihat Soeharto berkeliling pelosok
negeri menjajakan diri untuk meminta restu rakyat agar menjadi presiden
berulang kali?
Dalam catatan pinggirnya 13 Nobember 1976, Goenawan Mohamad berkisah, di abad ke 19, si calon presiden cukup tinggal di rumah. Bahkan di tahun 1860 Stepen A. Douglas, yang mengunjungi seantero negeri untuk memperoleh suara, dikecam: ”Itu cara baru yang patut disesalkan, karena tak layak dilakukan oleh seorang calon untuk jabatan kepresidenan”.
Kini cara baru itu menjadi kemestian. Seorang calon presiden harus jadi
salesman, juru jual yang berkeliling membujuk, bagi dirinya sendiri dan
cita-citanya. Ia harus bersedia mandi keringat, lelah, kotor, dengan tangan
lecet saking banyaknya berjabatan.
Tentu tidak seorang pun di antara kita yang ingin kembali ke masa lalu.
Karena perubahan bukan bergulir ke belakang. Sehingga kalau mau
menerima cara baru pemilihan presiden, maka Anies Baswedan mungkin perlu
menjadi perhatian. Ia dengan susah payah berkeliling kampus dengan pola
kampanye Desak Anies. Berhasilkah?
Sebagian di antara kita mungkin akan menjawab Anies berhasil. Setidaknya
ia berhasil menghadirkan cara yang “lebih baru” berkampanye presiden, karena faktanya
memang ada ribuan mahasiswa gegap gempita menyambutnya dalam Desak Anies. Sedangkan
selebihnya, mungkin akan mengatakan Anies gagal. Karena perolehan suaranya
tidak memadai untuk menang pilpres.
Persoalannya, menang pilpres di negara kita tidak terlampau susah. Karena pemenang sudah disampaikan kepada masyarakat sebelum pemilihan dilaksanakan, oleh lembaga-lembaga survey.
Oleh karena itu, ke depan mungkin rakyat tidak perlu buang waktu berpayah-payah ke bilik suara, untuk mencoblos. Cukup bertanya pada lembaga survey: piye kabare.
Penetapan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP pada Pilpres 2024 mendatang, seakan menjawab teka teki publik selama ini mengenai kandidat presiden partai pemenang pemilu tersebut.
Penunjukan Ganjar itu sekaligus menjawab sejumlah asumsi yang meragukan Ganjar akan mendapat restu dari partai berkepala banteng itu. Karena sebelumnya orang beranggapan bahwa Megawati akan mengajukan putrinya, Puan Maharani untuk Capres 2024.
Sehingga sempat muncul isu ketegangan antara Ketua DPP PDI-P Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P Ganjar Pranowo.
Isu ini menguat ketika Ganjar tak diundang dalam acara konsolidasi kader PDI-P Jawa Tengah yang dihadiri Puan, pada 18 September 2022. Kader partai yang ikut-ikutan bicara pencapresan ketika itu pun diancam pemecatan dengan alasan pencalonan presiden di PDIP adalah hak prerogatif Megawati Soekarnoputri.
Kalau ditengok ke belakang, keterpilihan Ganjar mengingatkan publik pada peristiwa sepuluh tahun lalu ketika Megawati lebih memilih Jokowi ketimbang anaknya sendiri, Puan Maharani, yang sangat ingin menjadi calon presiden.
Kali ini, Megawati lebih memilih Ganjar ketimbang Puan. Namun, tidak berarti dia tidak memberikan kesempatan kepada Puan untuk masuk bursa calon presiden.
Puan sempat dikasih kesempatan untuk menaikkan elektabilitas, tetapi ketua DPR RI itu tak berhasil menarik simpati publik. Nilainya tidak melebihi angka lima dalam prosentase elektabilitas lembaga survei. Berbeda dengan Ganjar yang selalu bertengger di klasemen 3 besar elektabilitas Capres dalam beberapa pengumuman lembaga survei.
Ganjar sendiri tidak sekonyong-konyong dijadikan kandidat Capres oleh PDI Perjuangan Beberapa kali ia harus menjalani "uji kelayakan", baik dalam hal loyalitas dan komitmen ideologi yang dianut partainya. Ujian terakhir baginya adalah, dugaan adanya perintah partai untuk bersikap terhadap keikutsertaan timnas Israel dalam Piala Dunia U-20.
Bersama gubernur Bali, Wayan Koster, Ganjar melaksanakan penolakan itu dengan baik, meski dirinya sempat dihujat publik pencinta sepak bola. Hubungannya dengan Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi pun dikabarkan merenggang, karena penolakan Ganjar terkait kehadiran timnas U-20 Israel di Indonesia, dianggap semacam "perlawanan" terhadap kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin Jokowi.
Di sela hubungan Ganjar dan Jokowi yang kurang harmonis itu muncul ketus Partai Amanat Nasional - PAN, Zulkifli Hasan dengan gagasan koalisi besar. Padahal sebelumnya Zulhas, panggilan akrab Zulkifli Hasan, sudah bikin koalisi Indonesia Bersatu - KIB.
Menurut Zulhas, koalisi besar ini akan terdiri dari koalisi Kebangkitan Indonesia Raya - KKIR, dan KIB yang sebelumnya Zulhas bikin bersama Golkar dan PPP.
Meskipun agak "aneh" karena cuma di negeri ini ada koalisi berkoalisi, namun menurut kabar yang beredar, koalisi besar itu direstui Jokowi. Prabowo sendiri dengan gagah berani menyatakan, kita semua sudah masuk tim Jokowi. Maksudnya, partai yang tergabung dalam koalisi besar itu nantinya adalah pendukung Jokowi, karena memang terdiri dari partai koalisi pendukung pemerintah kecuali NasDem yang tidak diajak.
Di tengah euforia koalisi besar itu menggema keras, tiba-tiba Jokowi hadir dalam rapat partai PDI Perjuangan di Batu Tulis yang menetapkan Ganjar Pranowo sebagai kandidat Calon Presiden 2024. Usai acara itu, Jokowi mengajak Ganjar semobil dengannya untuk kemudian ke Jawa dengan Ganjar menumpang pesawat kepresidenan.
Apakah itu berarti Jokowi sudah berpaling ke lain hati? Dari sebelumnya merestui rencana koalisi besar lalu beralih ke "moncong putih".
Lebih mengherankan lagi, di hadapan wartawan di Solo pada hari raya Idul Fitri, dengan tegas Jokowi menyebut nama Prabowo sebagai salah satu Cawapres untuk Ganjar Pranowo. Seolah dukungannya untuk Prabowo maju Pilpres 2024, mulai berkurang?
Memang baru kali ini ada presiden yang demikian antusias mengatur suksesi di negaranya. Raja Thailand saja yang tidak sekasar itu mempersiapkan putra mahkota.
Tapi mau bagaimana lagi, politik memang "serba bisa", bisa benar bisa tidak. Tapi yang jelas, penetapan Ganjar sebagai Capres PDIP dapat meredam kekisruhan polemik tentang wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.
Kalian mau komentar apa?
BEREDAR KABAR-Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno dikabarkan telah berpaling ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
BEREDAR KABAR - Saat ini Asean memutuskan untuk meninggalkan dollar Amerika Serikat sebagai sarana transaksi dengan memprioritaskan penggunaan mata uang internal untuk transaksi bilateral.
Kebijakan ini bisa menjadi batu sandungan Timor Leste dalam rangka memperkukuh keanggotaannya di organisasi Asean, sebab Timor Leste masih menggunakan dollar Amerika sebagai alat transaksi di negara itu.
Memang sejak 10 November 2003 Banco Central de Timor-Leste mengeluarkan koin yang dikenal sebagai "centavos" yang dicetak khusus untuk digunakan di negara tersebut.
Koin tersebut terdiri dari denominasi 1 centavo, 5 centavos, 10 centavos, 25 centavos, 50 centavos, 100 centavos, dan 200 centavos.
Lantas 1 centavos berapa rupiah? Walah, saya juga tidak tahu.
Intinya centavos nilainya setara dengan sen Amerika Serikat. Artinya, 100 centavos Timor Leste setara dengan 100 sen Amerika Serikat. Silahkan hitung sesuai nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika.*
ASEAN Prioritaskan Mata Uang Internal Untuk Transaksi Bilateral
Posted by BEREDAR KABAR on Sabtu, 08 April 2023
BEREDAR KABAR - Sejumlah tokoh dan kader Partai Nasional Demokrat - NasDem, hengkang dari partai besutan Surya Paloh.
Mereka yang mengundurkan diri yakni Connie Rahakundini, Zulfan Lindan, Siswono Yudo Husodo, Enggartiasto Lukita, Tengku Erry.
Selain itu, Niluh Djelantik juga pernah dikabarkan mundur dari Partai NasDem. Niluh Djelantik sebelumnya menjabat sebagai Ketua Departemen Bidang UMKM DPP Partai NasDem.
Setelah Niluh Djelantik, Anak Agung Ngurah Panji Astika juga memutuskan cabut dari Partai NasDem. Panji Astika sempat menjabat Wakil Ketua Bidang Hubungan Eksekutif di DPW NasDem Bali.
Sekitar bulan November tahun lalu, orang nomor satu Partai NasDem di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sitti Rohmi Djalilah, juga mengundurkan diri dari jabatannya. Wakil Gubernur NTB itu kemudian menyerahkan posisi Ketua DPW Partai NasDem NTB kepada Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya.
Kabar terbaru, mantan Ketua PW Ansor Jatim 2018-2019, Mohammad Abid Umar Faruq, juga mengundurkan diri dari Partai NasDem. Sebelumnya, pria yang akrab disapa Gus Abid itu menjabat sabagai Wakil Ketua DPW NasDem Jatim Bidang Agama & Adat.
Wakil Ketua Umum DPP NasDem Ahmad Ali mengatakan mereka yang keluar karena kepentingannya tidak terpenuhi.
Dia menyindir mereka yang keluar itu bukan kader ideologis, tapi kader kos-kosan.
Astagafirullah?
Moeldoko kembali bikin kisruh. Kali ini mantan jenderal itu mengajukan Peninjauan Kembali atau PK kepada Mahkah Agung terkait pemolakan hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang tahun 2021, yang tak mampu dimenangkannya. Penolakan itu dibacakan pada 29 September 2022.
Kelakuan Moeldoko itu kontan mendapat respon dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dia dengan tegas mengatakan adanya upaya kudeta yang kembali dilakukan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Melalui akun Twitternya @AgusYudhoyono, Putra Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ini menyebut, Moeldoko berusaha mengambil alih Partai Demokrat dengan mengajukan peninjauan kembali atau PK ke Mahkamah Agung (MA).
Dalam PK Moeldoko juga digugat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, menteri Hukum dan HAM, Yasonna memilih bersikap netral dan siap menghadapi kubu Moeldoko.
Yasonna menyatakan kesiapan Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan jawaban dalam menghadapi PK di Mahkamah Agung, mengingat Kemenkumhamlah yang menyatakan pemerintah menolak permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Selain menteri Yasonna dan AHY, netizen atau warganet +62 juga memberi komentar beragam kepada Moeldoko.
"Dulu saya respek sama pak muldoko,begitu merapat ke rezim sekarang,sampe niat “begal” PD,jadi nyesel pernah respek ke beliau.apa udah putus ya urat malu nya beliau?", ujar @galih_pramana.
“Anaknya apa gak malu punya bapak macam gini, suka begal partai milik orang lain,” celetuk akun @yeniazxxx.
“Keliatan ini orang ga mampu bikin partai haha Moel moeluin aja lu,” sahut akun @fazarsuxxx.
“Berapa penghsilan dari begal partai perhari pak? @dr_moeldoko,” timpal akun @alfinxxx.
“Pak Kamal beli bantal, Ku kira jenderal ternyata begal,” celetuk akun @putuxxx.
Komentar anda sendiri bagaimana?
BEREDAR KABAR - Angin politik nasional menghadapi Pemilihan Umum - Pemilu dan Pemilihan Presiden - Pilpres 2024, berhembus kian kencang. Itu terlihat dari pertemuan lima ketua umum partai yang dihadiri Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.
BEREDAR KABAR - Meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) resmi dicabut oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat 30 Desember 2022, namun menjelang libur Idul Fitri, diberlakukan aturan baru perjalanan dalam negeri (PPDN).
BEREDAR KABAR - Belum lama ini Lembaga survei IPO atau Indonesia Political Opinion membeberkan hasil survei elektabilitas capres 2024. Hasilnya, Anies Baswedan berada di urutan teratas, disusul Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Oleh: Dr.Nicholay Aprilindo B.,S.H., M.H.,M.M.
Saat ini sedang ramai dibicarakan perihal Putusan Tingkat Pertama dalam perkara Perdata Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jakarta Pusat antara Partai PRIMA melawan KPU RI.
Dalam perkara itu, Majelis Hakim yang mengadili perkara perdata tersebut mengeluarkan Putusan yang sangat "kontroversial" melampaui batas kewenangan mengadilinya, tanpa mempertimbangkan dampak Politis, sosiologis dan dampak hukum dari putusan yang diambil, sehingga dapat menimbulkan kegaduhan opini, guncangan politik dan hukum. Ini sangat berbahaya apalagi bila "ditunggangi" kepentingan politik tertentu yg menginginkan tertundanya PEMILU 2024 , yang dampaknya bisa mencederai demokrasi sesuai cita-cita Reformasi 1998 dan cita-cita konstitusional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Bahwa putusan majelis Hakim yang mengadili Perkara Perdata tersebut diluar ekspetasi dan kewenangan mengadili berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, untuk itu perlu dilakukan upaya hukum atas putusan tersebut dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut :
1. Putusan PN (Tingkat Pertama) yang sangat aneh krn memuat kekuatan eksekutorial yang tidak lazim, dan oleh karena Gugatan Perdata dan Pengadilan yang mengadili merupakan peradilan Perdata biasa karena adanya PMH yg menurut Penggugat (Partai PRIMA) dilakukan oleh Tergugat (KPU).
Untuk itu maka terhadap putusan Majelis Hakim tersebut dapat dilakukan upaya hukum terhadap putusan tersebut, walaupun didalam amar putusan mengadili dalam pokok perkara butir ke-6 tsb disebutkan :
*"Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)*;
namun tidak menutup upaya hukum lain dalam tingkat banding maupun kasasi, karena putusan Perdata PN Jakarta Pusat tsb. Tidak dalam kategori putusan yang berketetapan mempunyai kekuatan mengikat secara menyeluruh atau *"Final and Binding"* Putusan tsb hanya mengikat kedua pihak yg bersengketa (Partai Prima dan KPU) shg. KPU dapat melakukan upaya hukum berupa Banding sampai pada tingkat Kasasi.
Dan putusan tersebut tidak mempengaruhi tahapan Pemilu seperti yg telah ditetapkan UU Pemilu No.7 tahun 2017, beserta Keputusan KPU No.21 tahun 2022 dan Keputusan KPU No. 3 tahun 2022, serta Konstitusi Pasal 22 E UUD 1945.
2. Majelis hakim sangat obscur dan melampauo batas kewenangannya dalan membuat putusan dalam perkara tersebut, karena gugatan yang dilayangkan Partai PRIMA adalah gugatan perdata PMH berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (BW), yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa bukan dalam hal Perjanjian.
Artinya keputusan tsb. hanya mengikat para pihak yg berperkara, tidak mengikat semua orang (erges ormes).
3. Oleh karena Hakim PN. Pusat yang mengadili Perkara Perdata Partai Prima vs KPU sudah melampaui batas kewenangannya atau kompetensinya, maka secara logika hukum :
1. Sengketa yang terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu sudah diatur tersendiri dalam hukum dan UU PEMILU No.7 tahun 2017.
3. Didalam Padal 134 HIR *"Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan Pengadilan Negeri maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya Hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan Hakimpun wajib mengakuinya karena jabatannya"* hal tersebut menyangkut Kompetensi mengadili yang dibagi relatif berdasarkan Pasal 118 HIR dan kewenangan Absolut *(attributie van rechtsmaght)* yang diatur didalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Padal 18 UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Bila melihat gugatan dari Partai PRIMA melawan KPU RI tersebut adalah sengketa atas keputusan pejabat Tata Usaha Negara (KPU) sehingga kompentensinya berada pada Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), bukan di Pengadilan Negeri.
Demikian halnya bila terjadi sengketa sebelum pelaksanaan pemilu (pencoblosan) jika terkait proses admintrasi yang memutus adalah Bawaslu berdasarkan UU PEMILU No. 7 tahunn2017 yang juga mengatur tentang Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bawaslu.
Apabila pokok persoalan soal keputusan kepesertaan parpol dalam pemilu hanya bisa digugat ke PTUN.
4. Khusus untuk Partai PRIIMA sdh pernah mengajukan gugatan tersebut di BAWASLU dan kalah sengketa di Bawaslu, demikian pula sudah pernah mengajukan gugatan di PTUN dan sdh kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi dalam proses pemilu sebelum pemungutan suara, 5. Bahwa apabila sengketa tetsebut setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka yang menjadi kompetensi adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
6. Bahwa kompetensinya Pengadilan Negeri tidaklah diatur didalam UU untuk mengadili Perbuatan Melawan Hukum secara perdata terhadap keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh KPU dalam hal PEMILU, dan tidak bisa dijadikan obyek sengketa secara perdata terhadap KPU dlm proses dan pelaksanaan pemilu.
7. Bahwa Hukuman penundaan pemilu beserta semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan dalam oleh PN sbg kasus PMH secara Perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Secara perdata.
8. Bahwa berdasarkan UU PEMILU No.7 Tahun 2017, tentang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sbg alasan spesifik, tidak untuk seluruh Indonesia, dengan alasan bila di daerah yg sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan, dan bukan berdasar putusan Pengadilan Negeri secara Perdata, akan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.
9. Bahwa putusan PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi, karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pada semua orang *(erges ormes)* dan tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum dalam artian *"Final & Binding"*, sehingga dapat dilakukan perlawanan secara hukum melalui upaya hukum banding sampai pada kasasi.
10. Secara Sosiologis rakyat dapat melakukan perlawanan hukum maupunnperlawanan secara politis, dikarenakan kedaulatan ada ditangan rakyat secara keseluruhan dan hak diadakan pemilu berdasarkan konstitusi UUD 1945 adalah hak politik dan hak keperdataan rakyat secara absolut.
Oleh karenanya bila ada upaya-upaya untuk mensiasati terjadinya penundaan PEMILU berdasarkan UU yang berlaku dan berdasarkan Pasal 22 E UUD 1945, itu adalah INKONSTITUSIONAL dan melawan kehendak rakyat serta melawan Hak Azasi Demorasi Rakyat.
Penulis adalah Aktivis & Advokat Politik Hukum & Keamanan serta HAM.
Vonis Kontrovsrsial Terhadap Gugatan Partai Prima: Sebuah analsis normatif
Posted by BEREDAR KABAR on Minggu, 05 Maret 2023
BEREDAR KABAR - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melaksanakan perjalanan ke Uni Emirat Arab (UEA).
Dilansir CNBC Indonesia, di sana ia bertemu dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Urusan Kepresidenan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, di Qasr Al Watan, Abu Dhabi.
Pertemuan dengan Mansour yang juga bos klub bola Manchester City ini dilaksanakan dalam rangkaian kunjungan kerja Prabowo Subianto ke UEA untuk menghadiri 16th International Defense Exhibition (IDEX) 2023 yang berlangsung hingga 24 Februari 2023. Keduanya membicarakan sejumlah isu pertahanan, industri pertahanan dan teknologi militer modern.
"Kami membahas berbagai hal mengenai hubungan kerja sama dan koordinasi bersama kedua negara sahabat di bidang pertahanan dan militer serta cara-cara mengembangkannya," ujar Prabowo, dalam pernyataan pers yang diterima CNBC Indonesia, Kamis 23 Februari 2023.
Sebelumnya, Prabowo juga menghadiri undangan Presiden UEA Mohamed bin Zayed (MBZ) yang didampingi Perdana Menteri dan Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al Khalifa. Pada kesempatan tersebut, Prabowo juga menyampaikan salam dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada MBZ.
Kerja sama pertahanan antara Indonesia dan UEA saat ini terjalin erat di bawah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada 24 Februari 2020 di Abu Dhabi. Menhan kedua negara pada 30 Juni 2022 juga telah menandatangani protokol kerja sama pengembangan industri pertahanan antara Indonesia dan UEA di Kementerian Pertahanan UEA.
Protokol kerja sama pengembangan industri pertahanan ini bertujuan untuk menyediakan jalan ke depan untuk memajukan dan mengembangkan kerja sama bilateral di bidang industri pertahanan antara kedua belah pihak. Termasuk perencanaan dan pengembangan kemampuan industri yang saling menguntungkan.
Berita ini telah dimuat di CNBC Indonesia 23 Februari 2023
Deklarasi Calon Presiden atau Capres 2024 mulai bergulir, yang diikuti dengan hasil survei elektabilitas kandidat yang digadang-gadang bakal meramaikan kontestasi kepemimpinan Nasional.
Berdasarkan hasil survei Capres 2024, terdapat beberapa nama yang menghiasi daftar teratas sebagai tokoh atau kandidat dengan elektabilitas tertinggi.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut 5 biodata tokoh kandidat Capres 2024 berdasarkan sejumlah lembaga survei.
Dari hasil survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research yang pada 26 Desember 2021 hingga 5 Januari 2022, lektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersaing ketat dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) RI, dari hasil survei lembaga tersebut memimpin dengan elektabilitas 20,3 persen.
Pada urutan kedua, Ganjar Pranowo membayangi dengan elektabilitas 20,0 persen, dan di bawahnya Anies Baswedan dengan elektabilitas 10,6 persen, dan Ridwan Kamil dengan 10,2 persen.
Di bawah Anies Baswedan dan Ridwan Kamil, terdapat dua figur lain juga bersaing yaitu Sandiaga Uno dengan elektabilitas 7,1 persen.
Dalam hasil survei sebelumnya di akhir 2021, nama-nama tersebut juga berada di posisi teratas seperti yang dilakukan Voxpopuli Research Center yang melakukan survei 1-10 Desember 2021.
Hail survei menunjukkan Prabowo Subianto saling berebut posisi terdepan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, sebagai Capres 2024.
Temuan survei Voxpopuli Research Center menunjukkan Prabowo unggul dengan elektabilitas 19,3 persen, atau terpaut tipis dari Ganjar Pranowo dengan elektabilitas sebesar 19,1 persen.
Prabowo dan Ganjar Pranowo berada di atas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan elektabilitas 10,8 persen, Ridwan Kamil 10,0 persen dan Sandiaga Uno 7,2 persen.
Meski Pemilu dan Pilpres 2024 masih sekitar dua tahun ke depan, namun tahun 2023 ini dinilai sejumlah pengamat sebagai tahun pengenalan politik tokoh-tokoh yang memiliki potensi maju pada Pemilihan Presiden 2024.
BEREDAR KABAR - Tertulislah kisah tentang sebuah kerajaan di pantai selatan pulau Lombok, bernama Tanjung Bitu (Lombok Tengah) yang dikarunai anak perempuan nan jelita. MANDALIKA namanya. Nama ini kemudian dijadikan nama sirkuit MotoGP.