Home » » Menakar Makar

Menakar Makar

Posted by BEREDAR KABAR on Jumat, 23 Desember 2011

Makar selalu dikaitkan dengan perbuatan jahat dan rencana tersembunyi. Secara awam, makar berarti menggulingkan kekuasaan negara secara paksa. Artinya dalam bahasa Arab: tipu daya, siasat licik dan jahat sifatnya. Namun, dalam hukum pidana, pengertiannya tidaklah persis seperti itu.
Ada salah kaprah. Sumber kesalahan itu adalah terjemahan KUHP dari undang-undang kolonial, Wetboek van Strafrecht. Karena sulit mencari padanan yang pas, kata "makar" lalu dipakai menggantikan"aanslag" yang sebenarnya berarti: tindakan awal suatu perbuatan.
Menurut Prof. Dr. Loebby Loeqman, S.H., definisi makar di KUHP tercantum dalam pasal 87, "Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan." Ada dua teori tentang "permulaan pelaksanaan" itu. Pertama, teori subyektif, jika niat sudah ditindaklanjuti dengan upaya ke arah pelaksanaan. Misalnya, A meminjam pistol C karena berniat membunuh B. Yang kedua lebih jelas, teori obyektif. Misalnya, A--yang berniat membunuh B--lalu mendatangi, menodongkan pistol, atau menarik pelatuk. Jika B tidak mati, tindakan A itu adalah permulaan pelaksanaan. Biasanya, di Indonesia atau Belanda, yang dipakai adalah teori obyektif. Namun bukan tak mungkin hakim menggunakan teori subyektif.
Tindakan awal itu pun baru dianggap kejahatan jika terkait dengan tujuan tertentu. Misalnya, makar dengan tujuan menghilangkan nyawa atau kemerdekaan kepala negara, atau untuk menggulingkan pemerintah yang sah dengan cara-cara kekerasan dan paksaan. Inilah yang disebut kejahatan terhadap keamanan negara, seperti diatur dalam Pasal 110 KUHP. Dalam hal ini, pelaku makar diancam hukuman kurungan 20 tahun sampai maksimal seumur hidup.
Yang perlu dicatat adalah ayat 4 pasal itu yang justru jarang dimunculkan: "Tidak dipidana, barang siapa ternyata bahwa maksudnya hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam arti umum". Termasuk dalam hal ini adalah cara-cara yang lazim diterima dalam praktek politik, misalnya: pernyataan politik, demonstrasi, kritik, dan tuntutan.
Untuk menuduh tindakan tokoh Barnas sebagai makar, harus dibuktikan keterkaitan antara komunike itu dan gerakan massa sebagai skenario lanjutannya. "Kalau hanya menandatangani pernyataan, cuma bisa disebut sebagai niat, bukan permulaan pelaksanaan. Belum bisa disebut makar." Tegas Loebby.
Karaniya Dharmasaputra, Hardy R. Hermawan

Thanks for reading & sharing BEREDAR KABAR

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda?